Ketika dunia membutuhkan protoype sebagai contoh atau model
yang paling kompatibel untuk mendefinisikan dan mendeskripsikan apa yang
dimaksud dengan Deep-lying playmaker, muncullah Andrea Pirlo (terutama ketika
dia mulai bermain untuk AC Milan di musim 2001-2002).
Sejak saat itu, Deep-lying playmaker pun
mulai dikenal dunia dan semakin eksis ketika AC Milan menunjukkan dominasinya
di UCL 2003 s.d UCL 2007. Namun di era itu, kontribusi Pirlo sebagai Deep-lying
playmaker untuk efektivitas kemenangan AC Milan bisa dibilang relatif lebih
"inferior" jika dibandingkan dengan Shevchenko, Kaka, Inzaghi dalam
menyerang dan menghasilkan gol, serta Gattuso dan Seedorf dalam mematahkan
serangan lawan. Hasilnya Ballon D'Or dianugerahkan ke Kaka (2007) dan Shevchenko
(2004).
Peran Pirlo sebagai Deep-lying
playmaker sekaligus roh permainan AC Milan sebenarnya makin dominan ketika Kaka
pindah ke Real Madrid, namun ironisnya, pada 31 Mei 2009, Carlo Ancelotti yang
notabene merupakan sosok pelatih yang mampu mengeksplorasi talenta dan potensi
Pirlo untuk berperan sebagai Deep-lying playmaker memutuskan untuk mengundurkan
diri dari kursi kepelatihan AC Milan.
Leonardo dan Massimiliano Allegri yang menjadi suksesor adalah dua sosok
pelatih yang memiliki filosofi dan strategi permainan yang berbeda dengan
Ancelotti, dan hal ini berimbas pada tidak maksimalnya performa Andrea Pirlo
sebagai Deep-lying playmaker. Dibawah kepelatihan Massimiliano Allegri, di
musim 2010-2011 Pirlo hanya tampil 17 kali dan "cuma" menghasilkan
1 gol dan 3 assists untuk AC Milan. Hal inilah yang membuat Pirlo memutuskan
untuk hengkang dari AC Milan dan gabung ke Juventus sebagai free-agent.
Strategi, taktik dan filosofi permainan
seorang pelatih sangat berpengaruh terhadap performa pemain, Di Juventus,
Antonio Conte pun memperlakukan Pirlo seperti yang dilakukan oleh Ancelotti di
AC Milan, yaitu Andrea Pirlo dijadikan sosok sentral sebagai Deep-lying
playmaker dan diberi kebebasan dalam berkreasi di atas lapangan. Performa Pirlo
pun kembali bagus di Juventus dengan 13 assists (terbanyak di Serie A) dan 3
goal dari 37 penampilan di Serie A 2011-2012 dengan formasi 3-5-2 dan 4-3-3 ala
Conte.
Di putaran final Euro 2012 ini,
Cesare Prandelli dengan cerdik mengkolaborasikan apa yang telah dilakukan Ancelotti
dan Conte dengan tetap "mengistimewakan" Andrea Pirlo sebagai
Deep-lying playmaker. Prandelli menerapkan 3-5-2 seperti yang dilakukan Conte
dan 4-3-1-2 (Kaka = Montolivo = Trequartista) seperti yang dilakukan Ancelotti.
Dengan Cesare Prandelli sebagai pelatih,
peran Deep-lying playmaker Pirlo semakin optimal karena di-support oleh sesama
pemain berkebangsaan Italia, terutama ketika bertransformasi dari bertahan ke
Counter-attack, disertai perubahan ritme/tempo permainan yang di-regulasi oleh
Pirlo.
Kesuksesan Andrea Pirlo dalam
menjalankan peran Deep-lying playmaker (baik di Juventus maupun timnas Italia)
ini yang menjadi faktor mendasar kenapa Pirlo dijadikan salah satu kandidat
kuat peraih Ballon D'Or.
Pada dasarnya,
Deep-lying playmaker membutuhkan attribut-attribut essensial, diantaranya:
- Kemampuan melakukan umpan panjang dengan akurat.
- Visi dan kreativitas.
- Stamina, untuk bisa melakukan coverage lapangan, paling tidak 10km per game di liga-liga level atas.
- Kemampuan melakukan umpan pendek dengan akurat dan first touch. Meskipun Deep-lying playmakers biasanya memiliki talenta dan kreativitas alami, mereka harus bisa memainkan umpan-umpan pendek simpel dalam melakukan ball possession dengan 1-2 sentuhan (first touch) dibawah pressing lawan, sekaligus untuk menghindari counter-attack ketika melakukan ball possession di separuh lapangan daerah lawan.
Dengan
hampir sempurna, attribut-attribut diatas telah dimiliki Pirlo. Yang membedakan
Pirlo dengan Deep-lying playmakers lainnya (seperti Xavi) adalah, Pirlo juga
memiliki teknik-teknik bertahan yang mumpuni; Tackling bersih, ketenangan
menguasai bola di daerah sendiri dibawah pressure lawan sambil mengatur
tempo.
Jika secara individu Andrea Pirlo
telah memiliki talenta yang komplit, maka satu-satunya faktor yang semakin
memberi nilai relevansi baginya untuk meraih Ballon D'or adalah prestasi, yaitu
membawa Italia menjuarai Euro 2012.
1 komentar:
saya bermain seperti pirlo !! kalau timnas indo mau hub saya ...
Posting Komentar